Representasi Filsafat dalam Filsafat Barat. Dalam sejarah perkembangan pemikiran filsafat , sampai pada perkembagan dalam filsafat barat, menurut Roger Garaudy dalam buku Bographie du XX Sciecle Le Testament Philosophique de Roger Garaudy, Makna berfilsafat telah mengalami penyempitan menjadi tak lebih bagaimana cara berfikir. Dari hasil telaah pemikiran filsafat yang telah dilakukan oleh Garaudy kita memperoleh inti penilaiannya bahwa jelmaan filsafat dalam filsafat barat adalah filsafat yang telah mengalami reduksi besar secara besar-besaran.
Menurut Garaudy bahwa filsafat barat makin lama makin menegaskan dirinya hanya sebagai cara berfikir dan kehilangan maknanya sebagai cara hidup. Dalam filsafat barat, manusia semakin mengarahkan dengan perhatiannya semata-mata pada dirinya sendiri tanpa ada hubungan dengan alam dan tuhannya. Manusia telah lupa pada wujud alam dan wujud tuhannya.
Seorang filsuf muslim kontenporer C.A Qadir, melalui bukunya Philosopy and Science in The Islamic World, menilai bahwa sebenarnya peradaban barat yang telah melahirkan pandangan dunia barat sekarang ini, memang bukan hanya produk satu aliran pemikiran, tapi hasil dari banyak kecendrungan dan pengaruh yang banyak, diantaranya tidak bisa disesuaikan satu sama lain.
Menurut Naguib Al Attas, bahwa pandangan barat berkembang dari perpaduan historis antara kebudayaan, filsafat , nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi Yunani dan roman Kuno., serta dengan percampurannya dengan Yudaisme dan agama Kristen yang lebih lanjut melalui percampuran dan pembentukannya oleh bangsa-bangsa Latin, Germanik, Keltik dan Nordik. Dari Yunani kuno, barat memperoleh unsure-unsur filsafat dan epistemology serta dasar-dasar pendidikan etika dan estetika. Dari roma memperoleh unsur-unsur hukum, tata Negara dan pemerintahan. Dari Yudaisme dan Kristen memperoleh unsur-unsur kepercayaan agama. Dari bangsa-bangsa Latin, Germanik, Keltik dan Nordik Memperoleh semangat bebas dan jiwa rasional serta bilai tradisional, serta pengembangan, kemajuan, ilmu-ilmu fisika dan teknologi.
Dengan akar-akar unsur yang berbeda itu, peradaban barat akhirnya tak mampu menampilkan suatu pandangan yang harmonis mengenai realitas yang paling hakiki mengenai kehidupan manusia. Akibatnya, dalam hal teori pengetahuan menurut C.A Qadir, barat tidak dapat merumuskan visinya mengenai kebenaran dan realitas berdasarkan pengetahuan yang diwahyukan, tetapi mengandaikan pemikiran yang lahir dari tradisi rasional dan sekuler Yunani dan Roma.
Demikian pula, pengetahuan barat lahir dari spekulasi-spekulasi metafisis para pemikir yang menganut faham evolusi kehidupan dan menghasilkan desakralisasi pengetahuan. Melalui pandangan desakralisasi itulah kemudian, barat benar-benar memotong pengetahuan dari akarnya sehingga kehilangan wawasan tentang yang sakral. Akibat dari kecenderungan ini, yang pertama-tama mendapat pengaruh ialah pemikiran itu sendiri. Filsafat pada akhirnya hanya dipandang sebagai produk rasio semata-mata. Dari sinila kemudian Rudyard Kipling, Qadir menytakan bahwa East is east and west is west, and never the twain shall meet.
Referensi Artikel
Mallongi, Syahrir. 2003. Bahan Kuliah Filsafat Manajemen dan Etika Bisnis. Pasca Sarjana UMI. Makassar
Post a Comment